Rabu, 31 Maret 2010

Cahaya Islam di Penjara Bolaang Mongondow

Posted by admin On Juni - 13 - 2009

Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) dipenjara. Justru dipenjara ia mendakwahkan Islam di setiap kamar. Banyak tahanan masuk Islam

Hidayatullah.com—Inilah untungnya jika aparat memenjarakan juru dakwah. Bukan menyurutkan nyalinya, justru membuat semarak agama di penjara. Seperti kisah Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Kota Depok, Insan LS Mokoginta, yang kini di penjara Bolaang Mongondow.

Ceritanya, Ustad Insan, yang selama ini dikenal sebagai dai sekaligus kristolog itu Mokoginta divonis 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bolaang Mongondow, Manado. Pengadilan menolak bandingnya.

Gara-garanya sepele saja, dia dianggap bekampanye di masjid. Kejadian itu berlangsung awal tahun lalu ketika ia bersama aktivis Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hakimudin mengadakan Kajian Kristologi dan Pengobatan Islami (Islamic Healing Center).

Selama dipenjara, ia tidak menyiakan-nyiakan waktunya. Keahliannya di bidang kristologi ia sampaikan ke teman-teman sekamarnya. Tiap hari ia berdakwah di kamar dan di masjid rumah tahanan. Mungkin, karena yang berdakwah sesama tahanan, maka seruannya masuk ke hati mereka.

“Kini alhamdulillah sudah masuk Islam 8 orang. Insya Allah saya akan jadikan buku pengalaman dakwah di penjara ini,” jelasnya saat dihubungi www.hidayatullah.com.

Bahkan menurut lelaki asli Sulawesi Utara yang sudah lama tinggal di Depok ini, kader-kader muallafnya sudah bisa berdakwah. “Insya Allah sepeninggal saya dari penjara, kader-kader gereja yang telah menjadi Muslim akan terus berdakwah di ruang penjara,”tuturnya.

Karena banyaknya muallaf, beberapa pendeta di Bolaang Mongondow gusar. Mereka memanggil beberapa muallaf yang telah mantap ber Islam. “Para muallaf itu dengan tegar menghadapi para pendeta itu dan menyatakan keyakinannya bahwa mereka telah mantap ber Islam dengan akal pikirannya,”jelas Pak Insan yang telah tinggal di kamar jeruji sekitar tiga bulan.

Insan Mokoginta, dikenal sangat aktif berdakwah. Meski kini umurnya sudah lebih dari 60 tahun, semangat dakwahnya mungkin mengalahkan anak-anak muda. Hampir tiap hari, bila kita menemui di rumahnya, seringkali ia duduk manis di kursi membuka-buka Al-Quran. Ia sudah menerbitkan lebih dari 10 buah.

”Ada seorang pendeta yang masuk Islam, kemudian kehilangan gajinya dari gereja. Maka kita carikan nafkah untuknya,”terangnya suatu ketika kepada hidayatullah.com.

”Harusnya Pak Insan lebih lama tinggal di penjara, agar muallaf makin banyak di sana,” komentar KH Syuhada Bahri Ketua DDII Pusat sambil tertawa. Pak Insan sebenarnya berat hati meninggalkan kamar tahanannya, tapi anak-anak dan istrinya menunggu. Ia dan dai-dai Dewan Da’wah berjanji akan secara periodik datang ke rumah tahanan Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.

Kini, Insan sedang menunggu waktu pembebasannya. “Insya Allah seminggu lagi saya bebas,”ungkapnya kepada hidayatullah.com. [nh/www.hidayatullah.com]

Aksi Curang Kristen Bolaang Mongondow

Oleh : Fakta 03 Sep, 04 - 12:40 am

Sejak 1975, Muhammadiyah telah mulai menyorotkan sinar dakwah Islam ke berbagai wilayah suku terasing di pelosok tanah air. Sepanjang rentang masa hampir 30 tahun, lebih dari dua ratusan dai khusus telah diterjunkan. Berbagai penolakan dan ancaman mereka tuai, tantangan dan rintangan mereka hadapi.

Pertengahan tahun 2003 lalu, umat Islam Indonesia menyaksikan bagaimana kalangan Kristen begitu gigih menolak UU Sisdiknas. Bagi mereka, disahkannya UU tersebut akan menghalangi kelancaran missi Kristenisasi yang mereka lakukan di sekolah-sekolah Kristen terhadap peserta didik yang beragama Islam.

Meski para tokoh Kristen berusaha keras membantah telah melakukan kegiatan peng�Kristen�an terselubung disekolah-sekolah mereka, namun fakta berkata lain.

Sebut saja Bolaang, salah satu daerah terasing di Sulawesi Utara, disana telah berlangsung praktek licik tersebut. Seperti yang dilaporkan oleh Shaleh, dai khusus untuk Bolaang, bahwa di daerah tugasnya di Bolaang Mongondow-Sulawesi Utara, terdapat beberapa sekolah Kristen yang didalamnya siswa muslim diwajibkan ikut pendidikan Agama Kristen. Lebih dari itu, para siswa muslim pun acap kali ditugaskan memimpin doa Kristen pada acara-acara tertentu.

Fakta ini semestinya dapat membuka mata para tokoh dan aktifis muslim yang selama ini selalu menganggap sepi praktek Kristenisasi. Maraknya penolakan Kristen terhadap UU Kerukunan Umat Beragama, cukup membuat kita bertanya-tanya, ada apa dibalik itu? Bukankah UU KUB akan menciptakan suasana yang tentram dan damai? Anehnya, kelompok muslim berlabel pluralis-liberalis, ikut aktif menolak UU tersebut.

Nampaknya, penolakan tersebut berangkat dari kekhawatiran Kristen bahwa UU KUB akan menghalangi laju gerakan Kristenisasi mereka. Selama ini, pihak Kristen seolah sengaja tidak mengindahkan SKB tiga menteri, dengan mendirikan gereja-gereja besar di daerah minoritas Kristen. Bahkan tidak jarang di tengah-tengah komunitas muslim.

Praktek seperti ini, seperti diungkap Shaleh, juga terjadi di Bolaang. Beberapa Gereja sengaja dibangun oleh para missionaris di lokasi-lokasi strategis yang di sana hanya terdapat 1 atau 2 keluarga Kristen saja. Bahkan, lanjut dai khusus kelahiran Lamongan 38 tahun lalu ini, para missionaris sering berusaha mendirikan gereja di tengah-tengah perkampungan umat Islam.

Selain dua aksi curang di atas, berdasarkan pengamatan dai khusus yang telah bertugas selama lebih dari 15 tahun ini, para missionaris Kristen tidak segan-segan melancarkan praktek yang lebih tidak bermoral lagi. Mereka mengerahkan pemuda-pemuda Kristen untuk memacari, bahkan menikahi gadis-gadis muslimah.

Tidak jarang pula, beberapa muslimah yang kadar keimanannya masih lemah, terjebak pada praktek kumpul kebo dengan pemuda Kristen. Semua itu kemudian bermuara pada pemaksaan untuk memeluk agama Kristen, dengan ancaman akan ditinggalkan begitu saja jika menolak. Maka, tidak sedikit di antara para gadis muslimah tersebut yang berakhir dengan irtidad (murtad dari agama Islam) atau kalau masih kuat memegang Islam, akan menjadi janda yang tidak jelas status pernikahannya.

Semua kegetiran itu, tidak membuat surut langkah Shaleh untuk berdakwah di pedalaman Bolaang. Bahkan justru membuatnya semakin tegar dalam upaya membentengi kaum muslimin di sana dari upaya-upaya penggerogotan aqidah yang menggunakan cara-cara tidak wajar.
___________________
Oleh : MA. Imran, Laporan dai khusus daerah Bolaang Mongondow-Sulawesi Utara
Majalah Tabligh

Buku Sejarah Bolaang Monondow

Ridwan Lasabuda Di bawah ini daftar buku2 sejarah Bolaang Mongondow (dalam bahasa Belanda) :

Dunnebier,W., 1947/8, 'Het bemedicineeren van een dorp in het landschap Bolaang Mongondow (Noord Celebes)', Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 104:201-211.

—, 1949, 'Over de vorsten van Bolaang Mongondow', Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 105:219-274.

Menopo, J.M., 1893, 'Menambahi deri kaoel dan perdjandjian diboeat pengakoewan dan di bertegoehken segala halrhal diantara', Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde 35:481-497.

Notosoesanto, R.P., 193 3, 'Bolaang-Mongondow (Beschrij ving van het Adatrecht)', Koloniale Studien 17:401-433.

Riedel, J.G.F., 1903, 'Naschrift', Tijdschrift van het Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap 20:66-74.

Wilken, N.P., en J.A.T. Schwarz, 1867a, 'Het heidendom en de islam in Bolaang Mongondou', Mededeelingen vanwege het Nederlandsche Zendelinggenootschap 11:255-283.

—, 1867b, 'Allerlei over land en volk van Bolaang Mongondou', Mededeelingen vanwege het Nederlandsche Zendelinggenootschap 11:284-400.

SEJARAH SINGKAT BOLAANG MONGONDOW


BOLAANG MONGONDOW MASA LALU

Dimasa lalu Bolaang Mongondow adalah suatu kerajaan. Kerajaan Bolaang mulai di kenal luas sejak Punu Mokodoludut di abad ke 14. Seorang putri Raja Mokodoludut yang bernama Ginsapondo dikenal sebagai perintis yang melakukan hubungan dengan orang-orang di Minahasa yang bermukim di pesisir pantai. Hubungan ini dilanjutkan oleh cucu Mokodoludut yang bernama Damopolii yang naik tahta menjadi raja pada tahun 1475. Disaat Damopolii menjadi raja ia ditakuti karena keperkasaan dan keberaniannya. Raja Damopolii menaklukkan kerajaan Babontehu yang terletak di Manado Tua dengan rajanya bernama Pasibori. Demikian pula dengan Maodan (kemudian berobah menjadi Manado) yang dikuasai oleh raja Loloda dari Halmahera yang bersama pengikutnya melarikan diri dari kampung halamannya akibat gempuran raja Ternate ditaklukkan oleh raja Damopolii. Sejak itu seluruh wilayah pantai yang terbentang dari Kaidipang sampai Kema (terletak di dekat Bitung) berada dibawah kekuasaan kerajaan Bolaang. Raja Damopolii yang juga dikenal dengan nama Kinalang dianggap sebagai pahlawan di kerajaan Bolaang.

Kekuasaan raja Damopolii dilanjutkan oleh anaknya Busisi yang menjadi raja di tahun 1510. Baik raja Busisi maupun anaknya Raja Makalalo yang naik tahta tahun 1540 tidak lagi dapat mengembangkan wilayah kekuasaan. Demikian juga dengan raja Mokodompit yang menggantikan ayahnya Makalalo. Anak raja Mokodompit yang bernama Tadohe diangkat menjadi raja pada tahun 1600. Bersama para Bogani dan rakyatnya, raja Tadohe membuat peraturan-peraturan mengenai kehidupan masyarakat.

Kalau sejak raja pertama Bolaang Mongondow membangun istana kerajaan (dalam bahasa daerah Mongondow disebut Komalig) diatas gunung Bumbungon, maka sejak tahun 1480 raja Damopolii membangun istananya di Kotobangon (sekarang terletak samping kiri jalan menuju bukit Ilongkow). Istana Raja (Komalig) yang terakhir ditempati raja Laurens Cornelis Manoppo dan istri Bai’ Taupang Mokoagow musnah terbakar saat Permesta tahun 1959. Dikemudian hari ( kurang diketahui disaat pemerintahan raja siapa) pusat kerajaan dipindahkan ke desa Bolaang. Bukti perpindahan ini dapat dilihat dengan adanya pekuburan raja-raja Bolaang Mongondow yang di atas satu bukit kecil di desa Bolaang (samping kiri jalan raya menuju Manado) tetapi ditahun 1901 pusat kerajaan dikembalikan lagi ke Kotobangon.

Raja Tahode diganti oleh anaknya bernama Mokoagow pada tahun 1650. Mokoagow menambah namanya dengan Loloda ( raja Manado yang ditaklukan Raja Damopolii ) sehingga menjadi Loloda Mokoagow. Raja Loloda Mokoagow biasa juga disebut dengan nama Datu Binangkang. Kata Binangkang berasal dari kata Mongondow binangkangan yang artinya diperdayai atau ditipu. Binangkangan itu terjadi saat VOC dari belanda telah memasuki Manado. Karena Manado dipandang strategis bagi usaha perdagangan VOC maka mereka segera mendirikan benteng dari kayu. Tetapi pada 30 Desember 1665 VOC memutuskan untuk mengganti benteng kayu dengan beton. Agar pekerjaan dilaksanakan sehemat mungkin maka tenaga diusahakan dari Manado melalui raja Loloda Mokoagow, sedangkan bahan lain seperti besi dan kapur disiapkan oleh kompeni Belanda. Orang-0rang Minahasa yang datang dari pedalaman dibawah para pemimpin masyarakat ( disebut Ukung ) juga diminta Raja Loloda Mokoagow untuk mengerjakan benteng ini. Pemimpin Kompeni yang baru yaitu Jan Baptista dalam melanjutkan pekerjaan benteng ini secara diam-diam mulai menyingkirkan peran Raja Loloda Mokoagow dengan cara melakukan pengaturan rahasia dengan para Ukung. Akibatnya Loloda Mokoagow menarik komitmennya untuk membantu pembangunan Benteng. Ia juga mengancam para Ukung dari Minahasa untuk tidak bekerja pada pembangunan ini. Raja Loloda Mokoagow merasa tersinggung karena dihina oleh kompeni meninggalkan Manado dan pindah menetap di Amurang. Sikap dan tindakan Raja Loloda Mokoagow ternyata mengakibatkan pudarnya sama sekali hegemoninya di kawasan Manado.
Pada pihak lain desakan dari Kompeni Belanda menyebabkan para pemimpin rakyat Minahasa melakukan pemutusan hubungan dibawah sumpah dengan Raja Loloda Mokoagow. Hal ini terjadi pada tahun 1668. Gubernur Ternate yang berkunjung ke Manado tahun itu juga mengundang Loloda Mokoagow dari Amurang ke Manado guna berunding dengan para Ukung. Niat baik Loloda Mokoagow saat memenuhi undangan tersebut ternyata ditolak pemimpin Kompeni di Manado bersama para pemimpin rakyat Minahasa dengan alasan bahwa mereka telah melakukan pemutusan hubungan dengan Raja Loloda Mokoagow. Akibatnya Loloda Mokoagow melakukan beberapa penyerangan ke pedalaman Minahasa dengan tujuan memberi pengajaran kepada mereka sambil tetap menuntut dikembalikannya Manado dalam wilayah kekuasaannya. Penyerangan ke Minahasa selain dilakukan dari jalur Amurang, juga dari jalur pantai Selatan Kotabunan. Tidak jauh dari Kotabunan terdapat satu tempat sumber air yang sangat jernih. Ditempat itu tentara Bolaang biasa beristirahat sambil mandi dan membersihkan segala perlengkapan. Tempat itu mereka beri nama Bataa ( tempat untuk mencuci perlengkapan ), kemudiannya berobah sebutan menjadi Basaan.
Raja Loloda Mokoagow meninggal pada tahun 1694. Sebenarnya raja Loloda Mokoagow telah mempersiapkan seorang anaknya untuk menggantikannya. Ternyata niat itu dilangkahi oleh Kompeni Belanda sebab mereka mendesak untuk menetapkan Manoppo sebagai raja Bolaang menggantikannya. Manoppo adalah anak Loloda Mokoagow dengan seorang selir bernama Malo dari Minahasa. Manoppo tidak dibesarkan diistana Raja di Amurang tetapi ia tinggal di Manado sebab dibawah oleh Kompeni. Hal ini ternyata mengandung maksud tertentu yaitu mempersiapkan Manoppo menggantikan ayahnya sebagai Raja Bolaang. Pimpinan Kompeni di Manado Pieter Alsteyn dan Stepanus Thierry menekan raja Manoppo untuk membuat perjanjian. Perjanjian itu ditanda tangani pada 30 September 1694 yang ketentuannya antara lain:

-

Raja Bolaang tidak akan menuntut upeti lagi dari walak-walak tertentu di Minahasa ( dalam hal ini Pasan, Ratahan, Ponosakan dan Tonsawang )

-

Sungai Poigar ditentukan sebagai tanda batas antara Bolaang dan Minahasa ( batas itu membentang dari Poigar - Pontak sampai Buyat )

-

Para Ukung di Manado ( termasuk Minahasa ) tidak dibenarkan mengadakan tindakan apapun yang dapat merugikan kepentingan Bolaang

Agaknya akibat dari penanda tanganan perjanjian ini menyebabkan raja Manoppo harus meninggalkan Amurang dan memilih desa Bolaang sebagai pusat kerajaan.
Manoppo yang telah lama tinggal di Manado telah dibabtis menjadi penganut agama Kristen Protestan. Dalam beberapa buku dan beberapa catatan lepas sering ditulis dan dijelaskan bahwa Manoppo dibabtis menurut cara Katolik. Hal itu tidak benar sebab ditahun pembabtisannya pengaruh Portugal maupun Spanyol telah lenyap sama sekali dari Sulawesi Utara. Spanyol yang sempat mempengaruhi Sulawesi Utara dengan tinggal dan membangun pasanggrahan di Amurang telah meninggalkan Sulawesi Utara pada tahun 1666 akibat tekanan tentara Kompeni dari VOC.
Disaat pembabtisannya Manoppo diberi tambahan nama Yakobus sehingga namanya menjadi Yakobus Manoppo. Demikianlah sejak saat itu raja Bolaang telah menganut agama Kristen Protestan.


Sumber: http://gmibm.tripod.com/new_page_12.htm